Tritunggal dalam seni rupa

Lukisan Tritunggal gaya Barok, karya Hendrick van Balen, 1620, Gereja Sint-Jacobskerk, Antwerpen

Tritunggal sangat umum ditampilkan dalam seni rupa Kristen dengan penggambaran Roh Kudus dalam wujud burung merpati, sama seperti wujud penampakan Roh Kudus pada peristiwa Pembaptisan Kristus sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Injil, dan nyaris selalu digambarkan dengan sayap-sayap terkembang. Meskipun demikian, adakalanya Tritunggal digambarkan dalam rupa tiga sosok antropomorfis.[1]

Sang Bapa lazimnya dibedakan dari Sang Putra dengan ciri usia, dan kemudian hari dengan ciri busana yang dikenakan, tetapi tidak selalu demikian. Kebiasaan menggambarkan sosok Sang Bapa sebagai seorang pria tua berjanggut putih mungkin terilhami oleh sebutan Yang Lanjut Usianya di dalam ayat-ayat Alkitab (Daniel 7:9, Daniel 7:13 13, Daniel 7:22 22), yakni ayat-ayat yang kerap dikutip untuk membela penggambaran yang kadang-kadang kontroversial ini. Meskipun demikian, Gereja Ortodoks Timur lazimnya memahami Yang Lanjut Usianya sebagai Allah Putra, bukan Allah Bapa. Citra-citra Romawi Timur terdahulu menampilkan Kristus sebagai Yang Lanjut Usianya,[2] tetapi ikonografi semacam ini lambat laun menjadi langka. Bilamana ditampilkan dalam seni rupa, Sang Bapa kadang-kadang digambarkan dengan praba berbentuk segitiga sama sisi alih-alih lingkaran. Sang Putra kerap digambarkan berada di sebelah kanan Sang Bapa (Kisah Para Rasul 7:56). Sang Putra juga dapat digambarkan dengan lambang, biasanya dalam wujud anak domba, salib, atau krusifiks, sehingga Sang Bapa menjadi satu-satunya Pribadi Illahi yang digambarkan dalam wujud manusia. Dalam seni rupa Abad Pertengahan Awal, Sang Bapa juga dilambangkan dengan gambar tangan yang sedang memberkati dari balik segumpal awan, misalnya dalam lukisan-lukisan peristiwa Pembaptisan Kristus. Kemudian hari, ragam penggambaran "Takhta Kerahiman" atau "Takhta Kasih Karunia" menjadi ragam penggambaran Tritunggal yang lumrah di Dunia Barat. Lukisan-lukisan dalam ragam ini menampilkan Sang Bapa (kadang-kadang dalam keadaan duduk di atas takhta) memegang sebuah krusifiks[3] atau mengampu tubuh terkulai Sang Putra mirip Pietà (di Jerman, ragam ini disebut Not Gottes),[4] sementara Roh Kudus dalam wujud burung merpati melayang-layang di antara mereka. Subjek ini terus-menerus populer sampai selambat-lambatnya abad ke-18.

Pada akhir abad ke-15, di luar dari ragam Takhta Kerahiman, penggambaran Tritunggal secara efekfif terbakukan, sehingga lazimnya menampilkan sosok Sang Bapa dalam wujud seorang pria lanjut usia berjubah polos, sosok Kristus dengan dada separuh terbuka untuk menampakkan luka-luka penyiksaan yang dialaminya, dan sosok Roh Kudus dalam wujud burung merpati yang mengudara di atas atau terbang mengitari keduanya. Dalam penggambaran-penggambaran terdahulu, baik Sang Bapa maupun Sang Putra ditampilkan berjubah dan mahkota mewah. Kadang-kadang hanya Sang Bapa yang digambarkan mengenakan mahkota atau tiara paus.

  1. ^ Baca di bawah, baca juga G. Schiller, Iconography of Christian Art, Jld. I, 1971, Jld. II, 1972, (terjemahan dari bahasa Jerman ke bahasa Inggris), Lund Humphries, London, gambar I;5–16 & dll., ISBN 0-85331-270-2 dan ISBN 0-85331-324-5
  2. ^ Cartlidge, David R., dan Elliott, J.K.. Art and the Christian Apocrypha, hlmn. 69–72 (contoh-contoh penggambaran), Routledge, 2001, ISBN 0-415-23392-5, ISBN 978-0-415-23392-7, Buku Google
  3. ^ G. Schiller, Iconography of Christian Art, Jld. II, 1972, (terjemakan dari bahasa Jerman ke bahasa Inggris), Lund Humphries, London, gambar I;5–16 dll., ISBN 0-85331-270-2 dan ISBN 0-85331-324-5, hlmn. 122–124 dan gambar 409–414
  4. ^ G. Schiller, Iconography of Christian Art, Jld. II, 1972, (terjemahan dari bahasa Jerman ke bahasa Inggris), Lund Humphries, London, gambar I;5–16 dll., ISBN 0-85331-270-2 dan ISBN 0-85331-324-5, hlmn. 219–224 dan gambar 768–804

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search